Babakan Asem, – Lembaga donor internasional Bank Dunia terhitung sejak 1 Juni 2016 menunda pembayaran gaji atau honor pendamping desa yang menjadi fasilitastor Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) Perdesaan.
Penundaan dilakukan karena Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDT) selaku pelaksana anggaran belum melengkapi persyaratam yang diminta lembaga multilateral itu.
Keputusan menunda pembayaran itu diberitahukan Bank Dunia melalui surat yang disampaikan ke Kementerian Keuangan tertanggal 9 Agustus 2016 lalu.
Dalam suratnya, IBRD Nomor 8217-ID menyebutkan penundaan pembayaran gaji atau honor ditujukan bagi fasilitator PNPM Rural 2012-2015 yang sampai saat ini masih diberdayakan sebagai tenaga pendamping oleh Kementerian PDT.
Kebijakan Bank Dunia itu kemudian diteruskan Direktorat Jenderal Perbendaraan Kemenkeu ke semua Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) di seluruh Indonesia, melalui surat bernomor S-6453/PB/2016 tertanggal 11 Agustus 2016.
“Sehubungan dengan hal tersebut, diminta Saudara agar memberitahukan informasi yang tercantum dalam surat ini kepada Satker (satuan kerja) yang berkepentingan di wilayah kerja Saudara,” kata Direktur Pengelolaan Kas Negara DJBN, Rudy Widodo dalam suratnya yang dikutip di Jakarta, Rabu (24/8).
Menurut laporan Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PDT, jumlah pendamping desa eks PNPM Perdesaan yang aktif hingga Maret 2016 sebanyak 10.600 orang.
Belum Jelas
Nasib puluhan ribu pendamping desa eks PNPM Perdesaan tersebut sampai saat ini belum jelas, mengingat masa tugas yang bersangkutan sebenarnya habis pada Maret 2016.
PNPM Perdesaan merupakan program pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan, yang merupakan kelanjutan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah diterapkan sejak 1998.
Dalam situs PNPM Support Facility dijelaskan, total dana PNPM yang dikucurkan sejak 1998 hingga 2013 mencapai 72,1 triliun rupiah. Angka penerima manfaat berubah setiap tahunnya. Setiap kecamatan menerima sekitar 300 juta rupiah hingga 4 miliar rupiah.
Pada awalnya, tepatnya pada 1998, hampir seluruh pendanaan PPK berasal dari pinjaman lembaga multilateral. Namun, porsi pinjaman untuk PNPM Perdesaan terus berkurang menjadi rata-rata 35 persen pada periode 2008-2014.
(sumber: link)